Gempar terdengar di rumah yang sebesar kandang kambing itu. Semua dibantingnya,entah kenapa ayah sekalut ini. Bahkan mungkin besok aku akan makan dengan alas daun pisang. Ketiga kalinya aku pulang malam.
“apa salahku sampai ayah semarah ini padaku …??” ujarku heran melihat ayah yang biasanya begitu lembut namun sekarang seolah siap memakanku.
“masih bertanya…?? Apa yang kamu lakukan sampai pulang selarut ini,,kamu itu anak gadis”bentak ayahku yang biasanya begitu murah senyum.
dan aku melihat ayah sekali lagi memandangku dengan tajam. Dan membanting asbak yang ada di sebelahnya. Aku hanya bisa menangis,aku hanya seorang gadis belia berumur 16tahun. Tidak berani membantah ayah. Meskipun aku masih bingung kenapa ayah begitu marah besar padaku,padahal aku hanya pulang malam.
”maapkan aku ayah kalau aku menyakiti ayah,.”..ratapku.
ayah terdiam sejenak sembari menatapku,dan kemudian berkata “masuk…!!” sambil menunjuk pintu kamarku. Ayah sama sekali tidak menjelaskan kemarahannya malam itu disebabkan apa. Dikamar yang tak lebih besar dari kamar mandi ini aku tiduri dengan adik laki2ku yang berumur 6tahun. Aku menangis sembari melihati adikku itu. Kami yatim,tidak punya ibu. Dan ayah banting tulang untuk menghidupi kami.
Pagi hari aku sudah tidak nampak Ayah dirumah. Tidak biasanya ayah tidak mebangunkanku. Aku membantu adikku mandi dan menyuapinya sarapan. Dan sebelum aku pergi aku menitipkan adikku ditempat sodaraku yang tidak jauh dari rumahku. Aku berangkat kerja ,menuju pertokoan di pasar besar yang ada di daerahku.
Hari itu sepertinya aneh,aku merasa di ikuti namun sekali dua kali aku menoleh tak seoarangpun ada di belakangku. Untuk kepasar aku perlu waktu 20menit karena aku harus berjalan kaki. Aku bekerja dari jam /9 sampai jam 1 siang. Bosku adalah seorang cina yang menurutku baik. Dia prihatin dengan kondisiku.
“sore ini luangkanlah waktu,dia membutuhkanmu” ujar koh liem dengan logat cina yang masih kental,itu nama bosku
“baik koh,tapi mungkin tidak bisa sampai malam seperti kemarin. Entah kenapa ayah saya marah saya pulang malam”jelasku pada koh liem,sembari kipas kipas dia menyanggahi penjelasanku.
“baiklah,mungkin tidak akan sampai malam,nanti orang saya jemput kamu. Ini saya mau pergi dulu.jaga toko”
setelah berkata koh liem pergi. Jam 1 tiba aku mulai beres beres toko. Dan segera pulang untuk melihat keadaan adikku. Ayah jelas belum pulang,ayah pulang diatas jam 7 dan adikku akan tetap di rumah soadarku sebelum ayah atau aku menjemputnya. Setelah melihat kondisi adikku yang baik dan sedang bermain aku pergi menuju jalan raya,disitu jemputanku suruhan koh liem. Sampai di rumah dimana dalam seminggu ini aku sering kesana. Rumah yang mewah dan megah. Aku bekerja sambilan disana.
“atika,,mas dika sudah menunggu anda lama,dia dikamar..silahkannn..” pelayan rumah yang biasanya menyambutku dan kemudian mengantarkanku kekamar dika.
“terima kasih” ucapku kepada pelayan yang aku bilang sangat sangar.
“kembali” dengan halus dia menyauti.
aku tutup pintu dan melihat dika sedang melamun. Aku menghampirinya dan kemudian dia memelukku. Seperti biasa. Aku menemaninya lama. Dia tidak mengijinkanku pulang meskipun diluar sudah malam. Jam menunjukan pukul 9malam,dan aku teringat kemarahan ayah. Kemudian dengan sedikit rayuan aku meminta dika untuk melepaskanku dan membiarkan aku pulang. Dan pada akhirnya aku bisa pulang karena dika tertidur kelelahan.
Aku diantar penjaga rumah itu sampai jalan dimana aku dijemput tadi. aku merasa lelah dan merasa tidak enak badan. Dengan was was cemas aku membayangkan bagaimana ayah melihatku pulang kembali selarut ini. Aku bedoa pada TUHAN semoga ayah tidak marah lagi padaku. Aku mengetuk pintu tapi pintu tidak terkunci rupanya. Ayah sudah ada di ruang tamu dengan tatapan yang jauh lebih menakutkan dari pada kemarin. Tidak ada kesempatanku untuk menyapa atau memberi salam. Ayah berdiri dan langsung menyeretku tanpa ampun ke kamar mandi. Aku disiram tanpa ampun dan ditampar.
“anak tidak tahu diri,anak tidak punya moral,susah payah ayah membesarkan…”marah ayah tersengal karena kewalahan memegangiku yang memberontak.
“atika salah apa ayah??..”tanyaku yang selalu terpotong karena siraman dan tamparan dari Ayah.
Mulutku berdarah,aku merasakannya namun itu tidak mebuat ayah berhenti menyiramku. Seoalah aku begitu kotor dan ingin sekali ayah membersihkannya. Aku menangis tidak kuat bertanya lagi. Sudah lelah karena bekerja dan harus menerima pukulan berulang. Dengan lirih aku memohon pada ayahku “ampun ayah,ampun” berujar tanpa tenaga samar terdengar suara ayah “tidak ada ampun untuk anak sepertimu,tidak bisa menjaga harga diri,biyar miskin tidak usah kita menjual moral”. Semakin lama semakin terdengar kecil suara ayah.dan lantas aku tidak mendengar suara apapun. Aku tidak sadarkan diri.
Lemas,aku seperti bermimpi buruk.saat membuka mata aku sudah ada dikamarku. Aku ingin bangun dari tempat tidurku,namun semua ngilu,sekujur tubuhku terasa nyeri tidak tertahan. Dan aku meraba wajahku,bengkak dan satu gigiku tanggal. Ternyata bukan mimpi pukulan ayahku ini. Aku melihat ryan,adikku menangis. Dan ketika aku menyebut namanya dia justru datang memelukku. Entah kenapa mendapat pelukanya tidak membuat rasa sakitku begitu sakit,aku menerima pelukan adiku. Tapi justru aku terkaget karena aku melihat adiku lebih tinggi dari yang sebelumnya. Dan dia tidak menghampiriku dengan merangkak. Ryan berdiri,”dek,kamu bisa berdiri dek??” ujarku sambil memaksa untukk bangun. “mbak tika,terima kasih” dan ryan lebih erat lagi memelukku sambil menangis lebih sedu. Ayah masuk dan sejujurnya aku merasa takut,namun ketika aku melihat wajah ayah yang kembali hangat aku hanya bisa merintih dan menghampiri ayah.
“maapkan atika ayah,maapkan atika kalau atika mengecewakan ayah. Atika bingung ayah,kenapa ayah semarah itu dengan atika”menangis dalam sujudku pada ayah.
Aku tidak berani menatapnya saat itu. Dan ayah mengangkatku kemudian aku melihat air mata ayah tumpah.
“maafkan ayah tika”.
Lantas ayah juga memelukku dengan erat. Bukan hanya rasa lega ayah tidak marah lagi,namun justru rasa heran dan bingung yang mendalam kenapa ayah tiba tiba seperti ini. “maafkan ayah nak,,ayah telah salah menilaumu” ulangi ayah dan lebih deras menangisnya. Aku melepaskan pelukan ayah dan kemudia aku menyeka air mata ayah.
Terdengar suara yang berlari mendekat ketempatku berada sekarang. “mbak tika….. “teriak dika,aku kaget kenapa dika bisa sampai kesini. Seorang anak laki laki berumur 5tahun penderita autis ini lantas menyongsongku. Aku berjongkok dan menyambutnya. Dia menatapku dalam,dan menyentuh pipiku yang memar dan bengkak. Dengan kepolosannya dia berujar “kakak tika,kemarin kog tidak datang,dika main sendiri” rengek dika. Aku baru tersadar ternyata sudah dua hari aku tidak bangun. Ayah dan ibu dika cik melin dan koh liem menghampiriku,
”syukurlah kamu orang sudah sadar tik”ujar koh liem. “untung saja dika ingin ketemu kamu orang jadi kami bisa tahu kondisi kamu orang,dokter bilang kamu kecapekan,dua hari kamu orang ridak sadar” tambah cik melin.
Iya,sesungguhnya saat itu aku sudah demam dan harus kena air malam,mungkin itu sebab aku jadi tidak sadarkan diri.
“bu melin dan pak liem sudah bercerita kalau kamu sering pulang malam karena mengasuh putranya,maafkan ayah yang mengira kamu menjual diri tika”.
Ayah kembali menangis setelah penjelasannya. Aku kaget.ternyata kemarahan ayah disebabkan itu. Dan aku tidak menyalahkan ayah karena anggapan ayah seperti itu. Itu juga karena kesalahanku yang tidak menceritakan pekerjaan sampinganku.
“tidak apa ayah,ini juga semua salah atika yang tidak bercerita. Atika hanya ingin mengumpulkan uang untuk bisa membeli kaki palsu untuk ryan”. Ucapku sambil kembali tersedu. Dan kini ryan menghampiriku.
“bapak dan ibu ini memberikan ryan kaki palsu mbak,jadinya mbak tidak perlu kerja lembur lagi” adikku ini lah yang menjadi kekuatanku.
“terima kasih koh ,cik terima kasih banyak” aku memegang tangan koh liem dan cik melin
dan tidak menyangka cik melin mengelus rambutku
“tidak atika,justri cacik yang berterima kasih karena kamu orang mau menemani dika. Dan dika begitu menyukaimu. Dan kita orang tahu kamu bekerja keras untuk adikmu. Jadi kaki palsu ini untuk bonus buat kamu orang dan adik kamu.” Dengan ramah cik melin berkata.
Dan semua jelas hari itu. Ayah yang mengira aku menjual diri samapi mengikutiku tempo hari akhirnya tahu alasanku kenapa pulang malam dan kenapa aku diantar jemput mobil. Dan ayah meminta maaf atas kekasaran ayah. Aku tahu ayah hanya tidak ingin aku rusak,maka ketika ayah mengira itu dia sangat marah. Sekarang aku rutin menjaga dika. Sekali dua kali dika main kerumahku. Dan aku juga menemani dika untuk terapi.Dan aku senang melihat ryan bisa berjalan seperti anak yang lain. Dia bisa sekolah sekarang aku bisa mebantu ayah membiayai sekolah ryan dari gajiku di toko dan gajiku menjaga dika. Dan bersyukur ryan bisa diterima diantara teman temannya. Seperti itulah,sepanjang tahun hari demi hari aku lalui bersama ayah dan ryan dengan bahagia. Dan dika semakin menunjukan kemajuan di terapinya. Terima kasih TUHAN.