Sudah pada titik jenuh bertanya tanya. Sekarang senjapun sampai tidak ku pandang indah. Terikan mentarik tak ku pandang menarik lagi. Matahari terbit dan tenggelam pun sudah tidak perduli. Meretas hidup dalam kebohongan. Itu adalah aku. Bagaimana mungkin semua yang terjadi bisa serumit ini. Tentu,itu disebabkan oleh aku sendiri. Bukan karena telah bermain hati atau bermain teka teki.
Seperti ingin aku merengkuh sebuah gunung tapi tanpa daya. Dicampakan,itulah saat ini pikir merajai. Masalalu memang tapi bagaimana semua tersimpul dimasa sekarang. Bodoh, sudah lewat dulu dipendam tapi sekarang dikuak dan terpikir sampai sedalam ini. Lucu,seperti sebuah theatrical dengan gerak lambat. Aku membayangkan kejatuhanku dulu,kemudian dibangkitkan oleh seorang dan justru dengan kejam aku menjatuhkan seorang itu. Terbayang oleh kesalahan telak serta rasa yang kian tak terkira maunya. Semua mebuat jera. Seperti terpikat pada pesona bunga tapi keluar serbuk racunnya.
Semakin mantap tentang makna hidup. Filosofi hidup yang sudah sekian umur menjamur sebagai sebuah ketetapan. Iya ,aku tahu hidup itu adalah pilihan. Dan aku pernah menjadi orang yang salah dengan hidup. Sudah pernah dipilih dan memilih namun kemudian disiankan dan kusiakan. Menyesal ….??? Pasti dan sangat hebat. Tertawapun aku sanggup terbahak setelahnya menangis keras. Penyesalan yang sekecil apapun telah ku lakukan menjadi sebuah penyambuk disetiap hariku hidup. Berusaha memperbaiki namun terlalu banyak berfikir. Lalu kemudian aku terlambat. Dan bagaimana tidak,aku lebuh jauh sangat menyesali.
Dimulai dan berawal dari aku yang sombong dengan kebisaanku merelakan seorang. Menjunjung tinggi asas asas mitos percintaan. Semu fana dan intisari dari sebuah kemunafikan hati manusia.” Cinta tidak harus memilki. Cinta bagaimana dia bahagia aku akan turut serta berbahagia”. Kalimat dan hanya teoritis tanpa arti. Benar jika ada seorang yang begitu mengolokku dan menertawakanku karena teori picisan itu. Dan jelas bagaimana seorang begitu tidak percaya. Dan aku paham benar kenapa dan apa alasannya.
Bukan aku telah menyesali pilihanku,tidak. Sama sekali tidak terpikir bahwa yang terjadi adalah kesalahan yang tak patut disyukuri. Yang aku sesali adalah langkah langkah yang aku tempuh dan jalani begitu banyak membuat orang kenyang luka karena makan hati.
Dimulai dari ketakutanku sendiri. Meskipun matahari dan bulan tak menggeserkan kedudukannya,tak mengalihkan fungsi nya. Aku tak kuasa meredam segala pikir syetan yang menggelayuti. Takut pada omong,takut pada pandang takut pada segala kesimpulan yang di arahkan padaku. Sendiri membuatku mudah jenuh,mencari,melaba dan segala usaha menyenangkan diri. Mungkin semua binatang menertawakanku. Seperti menjajakan diri bukan..??? dan ketika telah ada yang menawarku dengan segala kesenangan,keriangan aku pun terbawa dan kemudian lupa.
Tanpa berpikir bagaimana disana dan disini. Aku melepas kulit lukaku dan cuba ber regenerisasi. Suka belum sama sekali terasa dukanya. Namun tak selang lama semua kembali pada titik sirna bahagia. Kembali pada poros kesukaran dan kerumitan mendera. Seorang yang pernah menyia yang begitu kuat rasa ini kembali hadir. Sungguh diluar kira. Bagaiman keyakinan hanya sekuat batang bambu. Jelas mudah patah dan jatuhnya melukai seorang yang memilih. Pusing bukan kemudian. Sangat membikin kalut dan semerawut. Hidupku jelas jadi berwarna karena nya. Namun berwarna hitam dan merah saja.
Sekarang karena ketidak mampuan dan berdayaan diri sendiri membuatku kejam dan begitu sadis. Dulu dicampakan sekarang balas mencampakan. Dosanya adalah aku mencampakan hanya karena berdasar bimbang,takut dan ragu. Sunggu gilaku telah setinggi dan lebih dari pada tiang penyangga. Sudah patah jatuh mau apa. Ya sudah aku biarkan begini.
Aku bercerita aku bahagia dengan aku yang sekarang ini. Dan seorangpun berkata “baiklah”. Aku tertawa dan tetap kekeh pada diri yang sendiri. Tidak padanya tidak untuknya. Tidak disini dan juga tidak disana membuatku ringan. Sudah bodoh tambah bodoh. Itu aku. Diberi kebijakan memilih tapi ku siakan. Pada kata lama harusnya aku bisa bersambut,tapi aku takut,telah dijatuhkan,sakit lukanya hilang,rasapun sangat dan masih dalam. Namun tersisa bekas luka yang mengingatkan pada sakitnya. Disebut apa itu..?? TRAUMA. Dan jika kemudian aku memilih kata baru,tak sanggup mengulang kegilaan batin yang sama. Menggantung karena hati terbawa pada kata lama. Takut pada makian dan cercaan. Takut pada mata seorang takut pada ucap seorang. Meskipun hati telah sedikit terbawa karena tawaran kebaikannya.
Sudah jelas mudah pada yang mana bukan. Namun tidak,perkataan itu adasebelum aku menjadi seorang penyia. Sekarang aku lebih tidak tahu maksud dan harap hati. Hidup itu pilihan,dan sangat jelas. Aku ingin mejadi seorang yang konsisten tanpa ragu akan apa yang telah terpilih. Itu yang menjadikan sekarang rumit. Meskipu satu diantara telah jauh pergi melepas tapi tak semudah berangan aku tidak bisa begitu saja menjatuhkan pilihan. Tidak perduli tidak ada yang mau aku pilih. Yang terpenting aku tahu hati ini maunya apa itupun sudah cukup lega. Meskipun pada akhirnya aku “tanpa”. Sendiri dan mulai haru mencari kembali kesungguhan hati.
Kenapa begitu, Karen Dua Hati. Manusia tidak boleh serakah atas apapun. Dan aku ingin mejdai manusia yang tahu diri. Aku ingin menyatukan hati yg terbagi dua ini menjadi satu untuk satu,dan hanya pada satu. Kemudian ketika dua itu membuatku tak tentu arah maka aku akan menguji. Bagaimana kuatnya sayang yang mereka lontar. Aku menghilang tiba tiba… lalu silahkan berbuat dan bagaimana meyakinkan bahwa satu hati ini pantas untuk satu pada satu diantara dua. Jika dari dua tak menghendakinya maka lepaspun aku telah bersiap rela.
Hidupku tak hitung waktu,tidak tahu akan lama atau sekejap saja. Aku mencari bukan apa yang dipunya dari materi. Tapi apa yang diberi dari sebuah hati. Ketetapan serta kesungguhan. Bagimana aku akan melihat usaha. Apakah sayang apakah tidak tergantung dengan aku yang memposisikan diriku hilang dari pada dua. Tidak ingin seperti tebang pilih. Aku tidak ragu menenbang semua sampai lahan ini kosong. Setelah semua rata ada saat dank ala aku menanam satu hanya untuk diriku. Yakinkanlah pada hati apakah seoarang jahad sepertiku patut bagimu.
Sudah berkata aku lelah bertanya. Aku inginkan seorang dengan sadar berkata maunya,inginya atasku. Jika aku harus menunggu,jelaskan padaku apa yang aku tunggu. Take and give yang tak pernah seimbang menurutku cobalah yakinkan aku telah kau seimbangkan. Berpikirlah dan yakinkan serta tetapkan hati. Jika kemudian aku merasa telah patut diantara kalian aku kemudian akan keluar kembali dan menegaskan maunya hati. Masih atau tidak masih ada kepedulian darimu darinya dari semua terhadapku yang busuk ini.
“hidup terlalu singkat untuk tak berbuat,hidup terlalu indah untuk tak berubah” kata Letto